Selasa, 27 Desember 2011

Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh BAP Pada Stump Mata Tidur Karet (Hevea brassiliensis)

FACEBOOK SAYA :


 LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

"Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh BAP Pada Stump Mata Tidur Karet (Hevea brassiliensis)"




Oleh

       prasetyo siagian

nim : d1a009112

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sejak tahun 1839 karet menjadi primadona perkebunan di daerah daerah tropis. Pada sekitar tahun itu pula Charles Goodyear menemukan vulkanisasi karet dengan cara mencampurkannya dengan belerang dan memanaskan pada suhu C. Alexander Parkes juga120-130 mengembangkan cara vulkanisasi ini. Penemuan tentang vulkanisasi memberikan inspirasi Dunlop pada tahun 1888 untuk membuat ban mobil yang selanjutnya dikembangkan oleh Goldrich (Setiawan dan Agus, 2005).

Ferris pada tahun 1872 mengirimkan 2000 biji dari Brazilia ke Kebun Raya Kew di Inggris, kemudian tahun 1875. Kedua kiriman tersebut mengalami kegagalan. Selanjutnya Wikham pada tahun 1876 kembali dari Brazilia dan membawa 70.000 biji karet ke Kew. Sebanyak 2.397 biji berkecambah, kira-kira 1.900 biji dikirim ke Srilanka, beberapa biji ke Malaysia dan hanya dua biji ke Kebun Raya Bogor, Indonesia. Salah satu pohon karet tersebut tumbang tahun 1962. Karet di Indonesia telah 120 tahun dan peringatan satu abad telah diadakan tahun 1976 (Sianturi, 2001).

  Dewasa ini karet merupakan bahan baku yang menghasilkan lebih dati 50.000 jenis barang. Dari produksi karet alam 46% digunakan untuk membuat ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan beribu-ribu jenis barang lainnya yang juga berbahan dasar karet (Setyamidjaja, 1993).

           Karet mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat indonesia, yaitu salah satu komoditi penghasil devisa negara., tempat persediaanya lapangan kerja bagi penduduk , sumber penghasilan bagi petani karet
Produk karet merupakan komoditi ekspor yang sangat penting karena manfaatnya yaitu dapat diolah menjadi bahan baker dasar bagi kepentingan produksi barang-barang penting di dunia, seperti: ban kendaraan bermotor, campuran benang rayon, campuran bahan plastik, ebonite, dan lain sebagainya yang sangat diperlukan beberapa negara. Memang untuk mencukupi keperluan bahan karet dunia telah diciptakan karet sintetis, akan tetapi nilainya jauh lebih rendah dari bahan karet alam (Kartasapoetra, 1988).

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan di Indonesia. Komoditas ini sudah dikenal dan dibudidayakan dalam kurun waktu yang lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya. Sayangnya, posisi Indonesia yang pada awal pembudidayaan karet merupakan penghasil karet utama di dunia sudah digantikan oleh Malaysia, yang sebenarnya masih belum lama dalam hal membudidayakan karet (Siregar, 1995).

Sejarah karet di Indonesia mencapai puncaknya pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada massa itu Indonesia menjadi Negara penghasil karet alam terbesar di Dunia. Komodita ini pennah diandalkan sebagai penopang perekonomian Negara. Waktu itu sampai terkenal ucapan “Rubber is de kurk waarop wij dirjven”. Yang berarti adalah gabus di mana kita mengapung. Sejak tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen nomor satu digeser oleh Malaysia. Tanaman karet mulai dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tananman koleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan terbesar di beberapa daerah. Tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan Ciasem, jawa barat. Jenis karet yang ditanam pertama kali adalah karet rambung atau Ficus elastika. Jenis karet Hevea (Havea brassiliensis) baru ditanam tahun 1902 di daerah  sumatera Timur. Jenis ini ditanam di pulau Jawa pada Tahun 1906. Pada tahun 1963-1973 tanaman karet di Indonesia mulai membaik. Pada periode ini terjadi peningkatan produktivitas yang cukup menonjol. Hal-hal seperti peremajaan tanaman , penggunaan pupuk sesuai kebutuhan, pemakaian pestisida, dan penggunaan zat pemicu produksi merupakan penunjang terjadinya peningkatan produksi tersebut di samping perbaikan ekonomi petani karet. Penggunaan pupuk yang hanya mencapai 10.860 ton, pada tahun 1963 melonjak menjadi 50.000ton pada tahun 1973.

Peningkatan produktivitas karet alam kembali terjadi pada tahun 1978. Diduga pada pengembangan tanaman karet system PIR/NES yang banyak dilakukan di daerah pemukiman transmigrasi berperan besar sebagai penyebabnya. Pada saat ini penggunaan klon unggul tanaman karet juga mulai meluas dibanyak daerah yang memiliki perkebunan karet. Harga karet alam yang belum meningkat juga turut menjadi motivasi untuk peningkatan produksi. Apalagi rata-rata hasil yang diterima petani berkaitan langsung dengan harga ekspor sehingga peningkatan harga ekspor turut dirasakan oleh petani. Pada periode80-an hingga sekarang permasalahan pada dunia perkaretan Indonesia adalah hal yang memang sudah ada sejak lama,tetapi sekarang begitu terasa karena terlalu mencolok. Misalnya , walaupun produksi karet Indonesia tergolong besar terhadap perkaretan dunia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya mutu produksi karet alam Indonesia. Rendahnya mutu membuat harga jual karet alam di pasaran luar negeri menjadi rendah. Komoditas karet cukup berpengaruh basar terhadap perekonomian Negara. Oleh karena itu, penanganan perkebunan karet dan pengelolaan serta pengolahan yang baik merupakan langkah yang tidak dapat diabaikan untuk menunjang kembali jayanya dunia perkaretan Indonesia.

Oleh karena itu perlu diadakan penanganan khusus untuk mendapatkan klon unggul yang akan menghasilkan jumlah lateks yang banyak dengan waktu yang relatif lebih singkat. Tindakan yang dapat dilakukan adalah penggunaan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh merupakan sejenis hormon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Penggunaan Zat pengatur tumbuh bila digunakan  dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan menggiatkan pertumbuhan tanaman. Pemberian zat pengatur tumbuh dalam dosis yang tepat akan menghasilkan bibit karet yang lebih baik dengan waktu singkat.

Berdasarkan pemikiran di atas maka dilakukan praktikum tentang ”Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh BAP Pada Stum Mata Tidur Karet (Havea brassiliensis)”.

1.2.  Tujuan Penelitian
 Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh BAP terhadap stum mata tidur karet ( Hevea brasiliensis).
2. Untuk mengetahui dosis ZPT BAP yang tepat terhadap pertumbuhan stum mata tidur karet ( Hevea brasiliensis).



1.3.  Kegunaan Penelitian
 Kegunaan penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan para mahasiswa, serta merupakan praktikum bagi mahasiswa agroteknologi angkatan ’09 Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Dan juga memberi informasi bagi orang-orang yang membutuhkan.

1.4.  Hipotesis
1.  Ada pengaruh pemberian ZPT BAP terhadap stum mata tidur karet ( Hevea brasiliensis)
2  Pemberian ZPT BAP dalam jumlah sedang merupakan dosis yang tepat terhadap stum mata tidur karet ( Hevea brasiliensis)























II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Tinjauan Umum Tanaman Karet
Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Havea brasilliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet dalam dunia.

2.1.1. Sistematika

Menurut Setiawan dan Agus (2005) sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut.
Divisi   : Spermatophyta
Subdivisi  : Angiospermae
Kelas   : Monocotyledoneae
Ordo   : Euphorbiales
Family  : Euphorbiaceae
Genus   : Hevea
Spesies  : Hevea brasiliensis Muell Arg.

2.1.2.   Morfologi Tanaman Karet

Tanaman karet merupakan tanaman yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memeiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet arah tumbuhnya tanaman agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penulis, 1993).

            Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar di ujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari 3 anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuing atau merah menjelang rontok. Seperti kebanyakan tanaman tropis, daun-daun karet akan rontok pada puncak musim kemarau untuk mengurangi penguapan tanaman (Setiawan dan Agus, 2005).


            Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoecus). Pada satu tangkai bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga jantan dan bunga betina. Penyerbukannya dapat terjadi dengan penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang (Setyamidjaja, 1993)

Buah beruang tiga, jarang yang beruang empat hingga enam, diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3,4 atau 6 cocci berkatup dua, perikarp berbatok, endokarp berkayu. Biji besar, bulat bersegi empat, tertekan pada satu atau dua sisinya, berkilat, berwarna coklat muda dengan noda-noda coklat tua, panjang 2-3,5 cm dan lebar 1,5-3 cm dan tebal 1,5-2,5 cm (Sianturi, 2001).

Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m (Syamsulbahri, 1996).

2.1.2. Beberapa Klon Karet

 Klon adalah tanaman yang didapat dari hasil perbanyakan vegetatif atau aseksual. Jadi ,bukan tanaman yang dikembangkan dari biji. Penggunaan klon yang biasa dihasilkan lewat penelitian-penelitian dan pengujian selama bertahun-tahun dimulai diperusahaan perkebunan besar milik pemerintah atau swasta. Kelebihan klon antara lain tumbuhnya tanaman lebih seragam , umur produksinya lebih cepat ,dan jumlah lateks yang dihasilkan lebih banyak. Akan tetapi ,klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahanmasing-masing klon terhadap hama penyakit tidak sama, serta lingkungan mempengaruhi pertumbuhan klon. Klon memang membutuhkan adaptasi terhadap lingkungannya. Itulah sebabnya sebelum suatu klon ditanam ,diadakan uji coba penanaman terlebih dahulu. Klon-klon unggul yang diinginkan dari tanaman karet diharapkan memiliki sifat-sifat ideal sebagai berikut:
1. Produksi lateksnya sejak awal tinggi dan mempunyai kemampuan menaikkan produksi.
2. Resisten terhadap penyakit, hama, dan pengaruh angin.
3. Batang tumbuh lurus. Selanjutnya ,batang tumbuh dengan membentuk as Yang silindris serta tumbuh jagur tidak hanya semasa prasadap, tetapi juga semasa penyadapan.
4. Cabang-cabang yang dimiliki relatif kecil dan menyebar  rata sekeliling batang. Cabang yang baik juga membentuk sudut yang besar dengan batang utama.
5. Tajuk pohon relatif sempit dan pendek ,simetris, dengan daun-daun yang sehat dan banyak ,tetapi tidak terlalu rimbun.
6. Pertautan antara batang atas dan batang bawah tidak terlalu nyata (lumayan lurus)
7. Memiliki respons yang baik terhadap stimulasi dan intensitas sadapan rendah.
8. Kulit murni halus dan tebal
9. Kulit pulihan juga halus dan tebal serta cepat pulih setelah disadap.

2.1.3 Syarat Tumbuh

Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang optimal ,maka harus diperhatikan syarat-syarat lingkungan yang diinginkan tanaman ini. Hal ini disebabkan oleh lingkungan yang cocok dan menunjang pertumbuhan disamping perawatan.

Apabila tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitan yang diinginkannya, maka pertumbuhan  tanaman akan terlambat. Tanaman mungkin tumbuh kerdil, daunnya sedikit,percabangannya banyak,serta pertumbuhan yang kurang kurang umum lainnya. Lingkungan yang kurang baik juga sering mengakibatkan produksi lateks semakin rendah walaupun langkah perawatan seperti pemupukan ,dan lain-lainnya dilakukan sesuai kebutuhan.



Tanaman karet adalah tanaman tropis, secara geografis tersebar diantara 100LU hingga 100LS. Zona paling cocok dan paling produktif adalah 60LU hingga 60LS. Penyebaran pertanaman karet sangat dipengaruhi oleh penyebaran hujan dan tinggi tempat dari permukaan laut. Itulah sebabnya, tidak semua propinsi di Indonesia memiliki perkebunan karet (Sianturi, 2001).

Karet termasuk tanaman daratan rendah, yaitu bias tumbuh baik di dataran dengan ketinggian 0-400 m dari permukaan laut (dpl). Di ketinggian tersebut suhu harian 25-300C. Jika dalam jangka waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 200C, tempat tersebut tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari 300C juga mengakibatkan karet tidak bisa tumbuh dengan baik (Setiawan dan Agus, 2005).

Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm. Optimal antara 2500-4000 mm per tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Pembagian hujan dan waktu jatuhnya hujan rata-rata setahunnya mempengaruhi produksi. Daerah yang sering mengalami hujan pada pagi hari produksinya akan kurang. Keadaan iklim di Indonesia yang cocok untuk tanaman karet ialah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah (Setyamidjaja, 1993).

Kelembapan nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata berkisar antara 75-90 %. Kelembapan yang terlalu tinggi tidak baik untuk tanaman karet (Sianturi, 2001).

 Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah berpasir hingga laterit merah dan podsolik kuning, tanah abu gunung, tanah berliat serta tanah yang mengandung peat. Tampaknya tanaman karet tidak memerlukan kesuburan tanah yang khusus ataupun topografi tertentu. Di Malaysia barat, perkebunan karet diklasifikasikan berdasarkan jenis tanah, angin kencang, serangan penyakit dan topografi. Dengan demikian, sifat kimia tanah bukan hal yang mutlak untuk pertumbuhannya (Syamsulbahri, 1996).


Secara umum karet menghendaki tanah dengan struktur ringan, sehngga mudah ditembus air meskipun demikian, tanah dengan kandung pasir kuarsa yang tinggi kurang bagus untuk penanaman karet. Sementara itu, derajat keasaman atau pH tanah yang sesuai untuk tanaman karet adalah mendekati normal (4-9) dan untuk pertumbuhan optimalnya 5-6 (Setiawan dan Agus, 2005).

2.1.4 Media Tanam

Media yang digunakan untuk penyemaian biasa hanya terdiri atas pasir saja tetapi kadang-kadang juga diberi campuran sekam padi, lumut yang telah membusuk, tanah gembur, kompos, topsoil, dan benih. Asalkan tanahnya gembur dan halus, sehingga akar baru yang keluar tidak terhambat pertumbuhannya (Widianto, 2000).

Bila tanah terlalu banyak mengandung pasir, tanah ini kurang baik untuk pertumbuhan tanaman. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan (specific surface) yang kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara, sehingga pada musim kemarau mudah kekurangan air. Bila jumlah pasir tidak terlalu banyak pengaruhnya terhadap tanah akan baik karena cukup longgar, air akan mudah diserap dan cukup dikandung tanah, udara tanah mudah masuk dan tanah mudah diolah (Hasibuan, 2006).

Distribusi ukuran partikel dan kelas tekstur mempunyai korelasi dengan air, udara, unsur hara, mintakat perakaran, kemudahan diolah dan yang terpenting adalah masalah kesuburan. Sifat umum tanah sangat ditentukan oleh tekstur (Sutanto, 2005).

2.2 Zat Pengatur Tumbuh

Kalau kita berbicara mengenai ZPT,  sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dinamakan hormon tanaman. Hal ini sangat penting karena sering terjadi kerancuan pengertian di masyarakat antara ZPT dengan hormon tanaman. Hormon berasal dari kata Yunani yaitu hormon yang berarti menggiatkan, merangsang, membangkitkan timbulnya suatu aktivitas.  Menurut Moore (1979) hormon adalah suatu zat /senyawa organik yang bukan nutrisi tanaman, aktif dalam jumlah yang sangat kecil, disintesa pada bagian tertentu tanaman kemudian diangkut ke bagian lain dimana zat tersebut menimbulkan pengaruh khusus secara biokimia. Yang dimaksud hormon disini adalah Auxin, Giberelin, Cytokinin, ethylen dan ABA.  Sedangkan zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan nutrisi tanaman yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan merangsang dan mengadakan modifikasi secara kwalitatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.  Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa semua hormon adalah zat pengatur tumbuh tetapi tidak sebaliknya karena ZPT dapat dibuat atau disintesa oleh manusia tetapi hormon tidak.

Yang dimaksud dengan ZPT disini adalah 2,4-D, 2,4-S-T, IBA, NAA dan lain lain. Penggunaan Zat pengatur tumbuh bila digunakan  dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan menggiatkan pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam jumlah besar/konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan ZPT digunakan dalam budidaya tanaman perkebunan yaitu untuk mempercepat melentisnya mata tunas. ZPT akan terus mendorong tanaman untuk melakukan pembelahan sel, yang akan memicu melentisnya tanaman.

2.2.1 Zat Pengatur Tumbuh BAP

Benzil Amino Purin (BAP) merupakan hormon sitokinin. . Sitokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering tidak optimal untuk tanaman dewasa. sitokinin memiliki struktur menyerupai adenin yang mempromosikan pembelahan sel dan memiliki fungsi yang sama lain untuk kinetin. Kinetin adalah sitokinin pertama kali ditemukan dan dinamakan demikian karena kemampuan senyawa untuk mempromosikan sitokinesis (pembelahan sel). Meskipun itu adalah senyawa alami, Hal ini tidak dibuat di tanaman, dan karena itu biasanya dianggap sebagai "sintetik" sitokinin (berarti bahwa hormon disintesis di tempat lain selain di pabrik).

       Sitokinin telah ditemukan di hampir semua tumbuhan yang lebih tinggi serta lumut, jamur, bakteri, dan juga di banyak tRNA dari prokariota dan eukariota. Saat ini ada lebih dari 200 sitokinin alami dan sintetis serta kombinasinya. Konsentrasi sitokinin yang tertinggi di daerah meristematik dan daerah potensi pertumbuhan berkelanjutan seperti akar, daun muda, pengembangan buah-buahan, dan biji-bijian.
Sitokinin pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Amerika bernama Folke Skoog pada tahun 1954.

            Sitokinin umumnya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi di daerah meristematik dan jaringan yang berkembang. Mereka diyakini disintesis dalam akar dan translokasi melalui xilem ke tunas. biosintesis sitokinin terjadi melalui modifikasi biokimia adenin.
          
 Proses dimana mereka disintesis adalah sebagai berikut : Sebuah produk jalur mevalonate disebut pirofosfat isopentil adalah isomer, isomer ini kemudian dapat bereaksi dengan adenosine monophosphate dengan bantuan sebuah enzim yang disebut isopentenyl AMP synthase, hasilnya adalah isopentenyl adenosin-5-fosfat (AMP isopentenyl).

            Produk ini kemudian dapat dikonversi menjadi adenosin oleh isopentenyl pemindahan fosfat oleh fosfatase dan selanjutnya dikonversikan ke isopentenyl adenin dengan menghilangkan kelompok ribosa. Isopentenyl adenin dapat dikonversi ke tiga bentuk utama sitokinin alami.Degradasi sitokinin sebagian besar terjadi karena enzim oksidase sitokinin. Enzim ini menghapus rantai samping dan rilis adenin. Derivitives juga dapat dibuat tetapi jalur yang lebih kompleks dan kurang dipahami.Sitokinin ditemukan hampir di semua jaringan meristem.

Peranan sitokinin antara lain:
1. bersama dengan auksin dan giberelin merangsang pembelahan sel-sel tanaman
2. merangsang morfogenesis ( inisiasi / pembentukan tunas) pada kultur jaringan.
3. merangsang pertumbuhan pertumbuhan kuncup lateral.
4. merangsang perluasan daun yang dihasilkan dari pembesaran sel atau merangsang   pemanjangan titik tumbuh daun dan merangsang pembentukan akar cabang
5. meningkatkan membuka stomata pada beberapa spesies.
6. mendukung konversi etioplasts ke kloroplas melalui stimulasi sintesis klorofil.
7. menghambat proses penuaan (senescence) daun
8. mematahkan dormansi biji
Merk dagang antara lain: Novelgrow. Sitokinin alami terdapat pada air kelapa.

2.3 Stum Mata Tidur
 Bibit stum mata tidur diperoleh dari bibit okulasi yang tumbuh di pembibitan selama kurang dari 2 bulan setelah pemotongan. Biasanya bibit yang terbentuk berakar tunggang satu atau bercabang. Bibit yang akar tunggangnya bercabang tidak baik untuk di jadikan bibit. Oleh karena itu biasanya petani malakukan pemotongan hingga hanya tinggal satu akar tunggang dengan panjang 35-40 cm sedangkan akar lateralnya hanya 5 cm. Bibit stum mata tidur merupakan bibit yang mata tunasnya belum tumbuh.
 Penyediaan bibit stum mata tidur hampir sama dengan bibit yang diokulasi dalam kantong plastik. Kebaikanya adalah ringan, mudah di angkut dan biasanya murah. Sedangkan kekuranganya sangat banyak, diantaranya persentase kematian bibit lebih besar dibanding okulasi dalam kantong plastik, walaupun tingkat pertumbuhanya sama. 













III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1.  Tempat dan Waktu
 Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Desa Mendalo Darat, Kabupaten Muaro Jambi.
 Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 11 maret 2011 sampai dengan 27 mei 2011.

3.2 Bahan dan Alat
           Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Stum mata tidur karet serta ZPT BAP.
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, kayu penyangga, rumbia, tali, corong, botol semprot, gelas ukur, penggaris, jangka corong, paku, gergaji, meteran, palu.serta alat-alat tulis.

3.3.  Rancangan Penelitian
            Percobaan menggunakan acak lengkap dengan satu faktor perlakuan yaitu pemberian beberapa konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP dengan konsentrasi sebagai berikut :
 A0 : tanpa pemberian ZPT BAP
 A1 : pemberian ZPT BAP 100 ppm
 A2 : pemberian ZPT BAP 300 ppm
 A3 : pemberian ZPT BAP 500 ppm
Rancangan lingkungan yang digunakan adalah RAL ( Rancangan Acak Lengkap ), diulang sebanyak 6 kali setiap ulangan terdapat 4 tanaman ( stum ), sehingga terdapat 96 tanaman (stum), semua tanaman digunakan sebagai satuan pengamatan.





3.4 .    Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Lahan

Lahan percobaan dibersihkan dari gulma dan dibuat bedengan sebagai tempat peletakan polybag. Selain itu juga dilakukan pembuatan naungan yang terbuat dari kayu sebagai tiangnya dan sebagai penutup atasnya adalah rumbia yang disusun secara teratur untuk mencegah kebocoran. Untuk memperkuat bagian penutup atasnya maka rumbia di ikat dengan tali plastik.

3.4.2 Persiapan Media Tanam

Pembuatan media tanam dilakukan seminggu setelah persiapan lahan. Media tanam yang digunakan adalah tanah yang ada di sekitar lahan yang memiliki kandungan pasir dan terdiri dari tanah topsoil dan subsoil, kemudian dimasukkan ke dalam polybag yang berukuran 15 x 40 cm.

3.4.3 Penanaman Stump

Penanaman stump dilakukan dua minggu setelah persiapan media tanam. Stump ditanam ke polybag. Stump ditanam sedalam batas leher akar stump dengan arah mata tunas menghadap ke arah Timur (arah matahari terbit). Pada saat melakukan penanaman kita harus hati – hati jangan sampai melukai mata okulasi pada saat pembukaan plastik penutupnya.

3.4.4    Aplikasi Zat Pengatur Tubuh Tumbuhan BAP

 Pemberian ZPT BAP dilakukan dengan cara disemprotkan pada mata okulasi sampai basah seminggu sekali selama 4 minggu, dilakukan pada pagi hari.




3.5      Pemeliharaan Tanaman

3.5.1    Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari dan selanjutnya dikurangi bila keadaan tanah masih basah dan lembab.

3.5.2.   Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan menggunakan tangan pada saat gulma mulai tumbuh di media.

3.6. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada praktikum ini antara lain :

3.6.1 Persentase Melentis (%)

Persentase Melentis stump mata tidur karet dihitung dengan menggunakan rumus:
Persentase Melentis (%)  =  Jumlah stump yang tumbuh x 100 %
                                             Jumlah stump yang ditanam

3.6.2 Tinggi Tunas (cm)

            Tinggi tunas dihitung dari pangkal jendela okulasi sampai titik tumbuh tanaman tersebut dengan interval 1 minggu.

3.6.3 Diameter Tunas (mm)

Diameter batang dihitung dengan menggunakan jangka sorong setiap 1 minggu sekali. Pengukuran dari dua sisi batang (arah utara dan selatan), diukur dari pangkal tanaman tersebut atau kurang lebih 1cm diatas pangkal jendela okulasi.


3.6.4 Jumlah Daun

 Jumlah daun dihitung langsung setiap 1 minggu sekali.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

4.1.1 Pengaruh Pemberian ZPT BAP

Hasil dari praktikum ini menunjukan bahwa pemberian ZPT BAP berpengaruh terhadap melentisnya stum mata tidur. Hasil dari pengamatan adalah :

TABEL PENGAMATAN PRAKTIKUM BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
        
PENGAMATAN KE : I (Pertama)                   KELAS : A2   TANGGAL : 8 April 2011          KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi  Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)    Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1          A2  1.1      
A0  1.2          A2  1.2      
A0  1.3 √        A2  1.3      
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1          A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2 √    
A0  2.3          A2  2.3      
A0  2.4          A2  2.4 √    
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2          A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3      
A0  3.4          A2  3.4 √ 0.6 2
A0  4.1 √        A2  4.1 √ 4 3
A0  4.2 √        A2  4.2 √    
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4 √        A2  4.4      
A0  5.1          A2  5.1 √    
A0  5.2 √ 0.7 3    A2  5.2      
A0  5.3 √        A2  5.3 √    
A0  5.4 √ 0.8 4    A2  5.4      
A0  6.1          A2  6.1      
A0  6.2          A2  6.2 √ 0.3 1
A0  6.3 √ 1.3 4    A2  6.3 √    
A0  6.4          A2  6.4 √ 0.7 2
A1  1.1 √ 0.8 2    A3  1.1      
A1  1.2 √ 1 3    A3  1.2      
A1  1.3          A3  1.3 √    
A1  1.4          A3  1.4      
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2          A3  2.2 √    
A1  2.3          A3  2.3      
A1  2.4          A3  2.4      
A1  3.1          A3  3.1 √ 3 2
A1  3.2          A3  3.2      
A1  3.3          A3  3.3      
A1  3.4          A3  3.4      
A1  4.1 √        A3  4.1 √    
A1  4.2          A3  4.2      
A1  4.3          A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 3.5 5
A1  5.2          A3  5.2      
A1  5.3 √        A3  5.3      
A1  5.4          A3  5.4 √    
A1  6.1          A3  6.1      
A1  6.2          A3  6.2      
A1  6.3          A3  6.3 √    
A1  6.4          A3  6.4      


PENGAMATAN KE : II (Dua)                          KELAS : A2  TANGGAL :  15 April 2011               KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)   Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1          A2  1.1      
A0  1.2          A2  1.2 √    
A0  1.3 √        A2  1.3 √ 1.7 1
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1 √        A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2 √    
A0  2.3 √        A2  2.3 √    
A0  2.4 √        A2  2.4 √ 6 3
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2 √        A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3 √    
A0  3.4 √        A2  3.4 √ 1.7 2
A0  4.1 √ 9 4    A2  4.1 √ 13.5 3
A0  4.2 √ 5.6 3    A2  4.2 √ 5 4
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4 √        A2  4.4 √ 2.7 2
A0  5.1          A2  5.1 √ 1.4 2
A0  5.2 √ 9 4    A2  5.2      
A0  5.3 √ 5 3    A2  5.3 √ 1.5 1
A0  5.4 √ 12.3 4    A2  5.4 √    
A0  6.1          A2  6.1      
A0  6.2 √        A2  6.2 √ 9 2
A0  6.3 √ 11 4    A2  6.3 √ 2.5 4
A0  6.4          A2  6.4 √ 15.5  
A1  1.1 √ 6.5 3    A3  1.1      
A1  1.2 √ 13 4    A3  1.2 √    
A1  1.3          A3  1.3 √ 3.2 2
A1  1.4          A3  1.4      
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2 √        A3  2.2 √ 1  
A1  2.3 √        A3  2.3      
A1  2.4 √        A3  2.4      
A1  3.1          A3  3.1 √ 7 3
A1  3.2          A3  3.2      
A1  3.3          A3  3.3 √ 2.7 2
A1  3.4 √        A3  3.4 √    
A1  4.1 √ 2.2 2    A3  4.1 √ 2.3 3
A1  4.2          A3  4.2      
A1  4.3          A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 12 5
A1  5.2          A3  5.2      
A1  5.3 √ 4.5 3    A3  5.3 √    
A1  5.4          A3  5.4 √    
A1  6.1 √        A3  6.1      
A1  6.2          A3  6.2      
A1  6.3 √        A3  6.3 √ 2.2 2
A1  6.4          A3  6.4      









PENGAMATAN KE : III (Tiga)                 KELAS : A2  TANGGAL : 29 April 2011          KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)   Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1          A2  1.1      
A0  1.2          A2  1.2 √ 2 1.2
A0  1.3 √        A2  1.3 √ 20 4.6
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1          A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2 √ 6 3.4
A0  2.3 √ 1      A2  2.3      
A0  2.4          A2  2.4 √ 13.5 4.5
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2          A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3 √ 1.4  
A0  3.4          A2  3.4 √ 3.7 3.5
A0  4.1 √ 16 5.8    A2  4.1 √ 13 4.2
A0  4.2 √ 9.4 4.2    A2  4.2 √ 18 5.5
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4          A2  4.4 √ 12.5 3.5
A0  5.1          A2  5.1 Patah    
A0  5.2 √ 16.1 5.2    A2  5.2 √ 12.7  
A0  5.3 √ 13 4.5    A2  5.3     3.5
A0  5.4 √ 15 5    A2  5.4 √ 2 2.5
A0  6.1          A2  6.1      
A0  6.2          A2  6.2 √ 20.2 4.5
A0  6.3 √ 11.5 5.1    A2  6.3 √ 13.4 4.7
A0  6.4          A2  6.4 √ 12.5 5.6
A1  1.1 √ 6.8 4.6    A3  1.1      
A1  1.2 √ 16.5 4.5    A3  1.2 √ 12 4.6
A1  1.3          A3  1.3 √ 1.5 3.5
A1  1.4          A3  1.4      
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2          A3  2.2 √ 7.5 3.2
A1  2.3          A3  2.3      
A1  2.4 √        A3  2.4      
A1  3.1          A3  3.1 √ 6 4.5
A1  3.2          A3  3.2      
A1  3.3          A3  3.3 √ 13.5 4.3
A1  3.4          A3  3.4      
A1  4.1 √ 11.7 4.7    A3  4.1 √ 15 5.9
A1  4.2          A3  4.2      
A1  4.3          A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 11.5 4.5
A1  5.2          A3  5.2      
A1  5.3 √ 4.5 4.5    A3  5.3      
A1  5.4          A3  5.4 √ 4  
A1  6.1          A3  6.1      
A1  6.2          A3  6.2      
A1  6.3 √ 12.3 3.5    A3  6.3 √ 19.5 5.6
A1  6.4          A3  6.4      






































PENGAMATAN KE : IV (Empat)           KELAS : A2  TANGGAL : 6 Mei 2011            KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)   Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1          A2  1.1      
A0  1.2          A2  1.2 √ 9.4 4.9
A0  1.3 √        A2  1.3 √ 21.2 4.9 10
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1 √ 13.3      A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2 √ 8.2   7
A0  2.3 √ 5.6      A2  2.3      
A0  2.4 √        A2  2.4 √ 14.5   10
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2          A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3 √ 7 4
A0  3.4          A2  3.4 √ 4.2 3.3
A0  4.1 √ 15.3   7  A2  4.1 √ 13 4.9 8
A0  4.2 √ 22   11  A2  4.2 √ 17.7 5 9
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4          A2  4.4 √ 11.6 3.5 9
A0  5.1          A2  5.1      
A0  5.2 √ 17.2 5.1 7  A2  5.2      
A0  5.3 √ 13.7 5.1 8  A2  5.3 √ 2.3  
A0  5.4 √ 15.5 5.5 6  A2  5.4 √ 10  
A0  6.1          A2  6.1      
A0  6.2 √        A2  6.2 √ 20.5   9
A0  6.3 √ 11.6 4.4 7  A2  6.3 √ 13   10
A0  6.4          A2  6.4 √ 22.7   13
A1  1.1 √ 7.3 3.6 8  A3  1.1      
A1  1.2 √ 16.6 5 13  A3  1.2 √ 16   7
A1  1.3          A3  1.3 √ 3.7   6
A1  1.4          A3  1.4      
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2 √ 5.2      A3  2.2 √ 8.3  
A1  2.3          A3  2.3      
A1  2.4 √ 8.3      A3  2.4      
A1  3.1 √ 4 2.7    A3  3.1 √ 6.5   8
A1  3.2          A3  3.2      
A1  3.3          A3  3.3 √ 13.5   9
A1  3.4          A3  3.4 √    
A1  4.1 √ 12 4.3 8  A3  4.1 √ 15   9
A1  4.2          A3  4.2      
A1  4.3          A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 12   10
A1  5.2          A3  5.2      
A1  5.3 √ 4.4   6  A3  5.3 √    
A1  5.4          A3  5.4 √ 15.6  
A1  6.1          A3  6.1 √ 16.9  
A1  6.2          A3  6.2      
A1  6.3 √ 12.5 3.3 8  A3  6.3 √ 21   12
A1  6.4          A3  6.4      

PENGAMATAN KE : V ( Lima)             KELAS : A2  TANGGAL : 13 Mei 2011            KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)   Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1          A2  1.1      
A0  1.2 √ 14,5 6,5 7  A2  1.2 √ 12,2 1 10
A0  1.3          A2  1.3 √ 20,2 5,9 10
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1          A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2      
A0  2.3 √ 14,5 5,6    A2  2.3      
A0  2.4 √ 15 5,6    A2  2.4      
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2          A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3 √ 7,1 4,6 9
A0  3.4          A2  3.4 √ 7,8 4,8
A0  4.1 √ 15,2 5,6 7  A2  4.1 √ 12,5 4,4 8
A0  4.2 √ 9,3 4,3 11  A2  4.2 √ 17,2 5,9 9
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4 √ 16,6 5,5    A2  4.4 √ 11,2 4,6 9
A0  5.1 √ 16 4,2 7  A2  5.1 √ 11,3 3,7
A0  5.2 √ 12,8 4,1 8  A2  5.2      
A0  5.3 √ 14,3 4,1 6  A2  5.3 √ 2   3
A0  5.4          A2  5.4 √ 11 4,8 8
A0  6.1          A2  6.1 √ 10 4,1 8
A0  6.2 Patah        A2  6.2 √ 20,6 5,7 9
A0  6.3 √ 11,7      A2  6.3 √ 12,8 5,8 10
A0  6.4          A2  6.4 √ 22 6,1 12
A1  1.1 √ 7,2 4,1 8  A3  1.1      
A1  1.2 √ 16 5,8 11  A3  1.2 √ 16,2 5,1 8
A1  1.3          A3  1.3      
A1  1.4          A3  1.4      
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2 √ 8,3 4,6 8  A3  2.2      
A1  2.3          A3  2.3 √ 4,4 5,5
A1  2.4 √ 15,1 5 9  A3  2.4 √ 16  
A1  3.1 √ 10,5 4,8 7  A3  3.1 √ 6,5 5,1 8
A1  3.2          A3  3.2      
A1  3.3 √ 10,7 3,,5    A3  3.3 √ 13 4,2 9
A1  3.4          A3  3.4 √ 9 5,4
A1  4.1 √ 11,3 5,7 8  A3  4.1      
A1  4.2          A3  4.2      
A1  4.3 √ 3,4 3,6    A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 11,5   9
A1  5.2          A3  5.2      


















































  A1  5.3



























































     √ 4 3,2 6

















































    A3  5.3



























































      √



























































     20



























































     5,6
A1  5.4          A3  5.4 √ 16  
A1  6.1          A3  6.1 √ 18,1 5,6 14
A1  6.2          A3  6.2      
A1  6.3 √ 12,2 3,4 8  A3  6.3 √ 20,2 6,4 12
A1  6.4          A3  6.4      
        


























        
PENGAMATAN KE : VI (Enam)            KELAS : A2  TANGGAL : 20 Mei 2011           KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)   Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1          A2  1.1      
A0  1.2          A2  1.2 √ 13,5 5,2 10
A0  1.3          A2  1.3 √ 21,2 5 10
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1 √ 15 4,1 9  A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2 √ 8 4,9 10
A0  2.3 √ 18,7 4,9 7  A2  2.3      
A0  2.4 √ 19,6 5,3 9  A2  2.4 √ 19,5 4,9 10
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2          A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3 √ 8,3 3,8 8
A0  3.4          A2  3.4 √ 9 3,8 8
A0  4.1 √ 15 5,3 6  A2  4.1 √ 13,7 4,6 8
A0  4.2 √ 9 4,6 11  A2  4.2 √ 17,8 5,6 9
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4 √ 17,5 4,7 8  A2  4.4 √ 12 4,2 9
A0  5.1          A2  5.1 √ 16,5 3,4 7
A0  5.2 √ 18 5,5 7  A2  5.2      
A0  5.3 √ 13 3,4 8  A2  5.3 √ 2 3,9
A0  5.4 √ 14,5 4,3 6  A2  5.4 √ 10,5 4,8 6
A0  6.1 √        A2  6.1      
A0  6.2 √ 4,7 3,1    A2  6.2 √ 20 5 9
A0  6.3 √ 11 5 10  A2  6.3 √ 11,6 4,4 10
A0  6.4          A2  6.4 √ 2,3 5,8 13
A1  1.1 √ 7,9 4,9 8  A3  1.1      
A1  1.2 √ 16,4 5,3 12  A3  1.2 Mati    
A1  1.3          A3  1.3      
A1  1.4          A3  1.4 √ 1  
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2 √ 8 3,3 8  A3  2.2      
A1  2.3          A3  2.3 √ 8,4 4,4 5
A1  2.4 √ 15 4,4 9  A3  2.4      
A1  3.1          A3  3.1 √ 7,5 4,8 8
A1  3.2 √ 13 3,3 6  A3  3.2      
A1  3.3 √ 13 3,5    A3  3.3 √ 13,7 4,4 9
A1  3.4 √ 11,8 3,2 8  A3  3.4 √ 8,7 3,8 8
A1  4.1 √ 11,8      A3  4.1 √ 14,8 5,7 9
A1  4.2 √        A3  4.2      
A1  4.3 √ 4 3,8 3  A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 12 5,5 10
A1  5.2          A3  5.2 √    
A1  5.3 √ 4 4,9 6  A3  5.3 √ 21,5 5 12
A1  5.4          A3  5.4 √ 16 5,3 10
A1  6.1          A3  6.1 √ 15,2 4,4 15
A1  6.2          A3  6.2 √ 2,1  
A1  6.3 √ 12,5 3,8 8  A3  6.3 √ 20,7 5,1 12
A1  6.4          A3  6.4      
























PENGAMATAN KE : VII (Tujuh)            KELAS : A1  TANGGAL : 1 Juni 2011 KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)   Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1 √ 1,5      A2  1.1      
A0  1.2          A2  1.2 √ 12,5 5,2 10
A0  1.3          A2  1.3 √ 20,5 5,1
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1 √ 14,8 3,2 9  A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2 √ 7,9 4,2 7
A0  2.3 √ 17,9 4,4 7  A2  2.3      
A0  2.4 √ 19,8 5 9  A2  2.4 √ 14 5,5 10
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2          A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3 Mati    
A0  3.4          A2  3.4 √ 9 4,1 7
A0  4.1 √ 15 4,3 7  A2  4.1 √ 12,5 4,4 8
A0  4.2 √ 9 3,6 11  A2  4.2 √ 18 4,2 9
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4 √ 17,4 4,9 8  A2  4.4 √ 12,1 4,1 9
A0  5.1          A2  5.1 √ 16,3 3,6 7
A0  5.2 √ 16,1   7  A2  5.2      
A0  5.3 √ 15,3   8  A2  5.3 √ 5,3 3,5 3
A0  5.4 √ 19,8   6  A2  5.4 √ 10,1 3,5 6
A0  6.1 √ 19 4,2    A2  6.1      
A0  6.2 √ 9,6 4,4    A2  6.2 √ 20,5 4,5 9
A0  6.3 √ 10,5 5,1 9  A2  6.3 √ 13 4,4 9
A0  6.4          A2  6.4 √ 23 6,4 13
A1  1.1 √ 7,3   7  A3  1.1      
A1  1.2 √ 16,5 4,9 12  A3  1.2 Mati    
A1  1.3          A3  1.3      
A1  1.4          A3  1.4      
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2 √ 8 3,2 8  A3  2.2      
A1  2.3          A3  2.3 √ 7,6 4,1 4
A1  2.4 √ 15 4,4 9  A3  2.4      
A1  3.1 √ 11,1 3,4 7  A3  3.1 √ 5,9 4,5 8
A1  3.2          A3  3.2      
A1  3.3 √ 13 3,6 6  A3  3.3 √ 12,5 3,8 9
A1  3.4 √ 13 4,2 10  A3  3.4 √ 8,4 5,1 8
A1  4.1 √ 12,1 5,1 8  A3  4.1      
A1  4.2          A3  4.2      
A1  4.3 √ 3,5 4,1 3  A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 11,4 5,6 10
A1  5.2          A3  5.2      
A1  5.3 √ 4,8   6  A3  5.3 √ 21,2 4,6 11
A1  5.4          A3  5.4 √ 15,5 3,1 10
A1  6.1          A3  6.1 √ 17,8 4,8 14
A1  6.2          A3  6.2 √ 12,6 3,4
A1  6.3 √ 12,2 3,6 8  A3  6.3 √ 20,3 5,2 9
A1  6.4          A3  6.4      























        
PENGAMATAN KE : VIII (Delapan)          KELAS : A2  TANGGAL : 5 Mei 2011               KELOMPOK : I (Satu)
Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah  Perlakuan % Tinggi Diameter Jumlah
 Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)   Melentis Tunas (cm) Tunas (cm) Daun (HL)
A0  1.1 Mati        A2  1.1      
A0  1.2          A2  1.2 √ 12,8 5,2 11
A0  1.3          A2  1.3 √ 21,3 5,2 9
A0  1.4          A2  1.4      
A0  2.1 √ 14,4 4,4 9  A2  2.1      
A0  2.2          A2  2.2 √ 8 4,6 7
A0  2.3 √ 17,2 5 7  A2  2.3      
A0  2.4 √ 19 5,3 9  A2  2.4 √ 14 5,5 10
A0  3.1          A2  3.1      
A0  3.2          A2  3.2      
A0  3.3          A2  3.3 Mati    
A0  3.4          A2  3.4 √ 10,1 4,2 7
A0  4.1 √ 14,7 5,3 7  A2  4.1 √ 14,5 4,5 9
A0  4.2 √ 8,5 4,7 11  A2  4.2 √ 17,2 4,3 9
A0  4.3          A2  4.3      
A0  4.4 √ 17 4,9 8  A2  4.4 √ 13 4,2 9
A0  5.1          A2  5.1 √ 16,8 4 7
A0  5.2 √ 16,6 5,6 7  A2  5.2      
A0  5.3 √ 13,3 3,5 8  A2  5.3 √ 7,8 4 9
A0  5.4 √ 15,1   6  A2  5.4 √ 10,5 3,9 6
A0  6.1 √ 27 4,7 7  A2  6.1      
A0  6.2 √ 9,5 4,5 8  A2  6.2 √ 20 4,7 9
A0  6.3 √ 17 6 9  A2  6.3 √ 12,5 4,5 10
A0  6.4          A2  6.4 √ 22 6,6 12
A1  1.1 √ 7,3 4,1 6  A3  1.1      
A1  1.2 √ 16,3 5,5 12  A3  1.2 Mati    
A1  1.3          A3  1.3      
A1  1.4          A3  1.4      
A1  2.1          A3  2.1      
A1  2.2 √ 7,7 3,6 8  A3  2.2      
A1  2.3          A3  2.3 √ 6,8 4,4 4
A1  2.4 √ 14,7 3,4 9  A3  2.4      
A1  3.1 √ 11,4 3,8 6  A3  3.1 √ 6 4,7 9
A1  3.2          A3  3.2      
A1  3.3 √ 13 3,3 6  A3  3.3 √ 13,4 3,9 8
A1  3.4 √ 14 6,1 10  A3  3.4 √ 8,8 5,2 9
A1  4.1 √ 11,7 4,2 8  A3  4.1      
A1  4.2          A3  4.2      
A1  4.3 √ 3,9 4,1 3  A3  4.3      
A1  4.4          A3  4.4      
A1  5.1          A3  5.1 √ 12,2 5,8 10
A1  5.2          A3  5.2      
A1  5.3 √ 4 5 6  A3  5.3 √ 22,2 4,8 12
A1  5.4          A3  5.4 √ 15,7 3,2 10
A1  6.1          A3  6.1 √ 18,6 4,8 14
A1  6.2          A3  6.2 √ 13,7 3,5 10
A1  6.3 √ 12,8 4,4 8  A3  6.3 √ 20,8 5,4 11
A1  6.4          A3  6.4      

4.2 Pembahasan

 Hal yang diharapkan dari praktikum ini adalah diperoleh stum mata tidur yang baik. Maka hal yang dapat dilakukan untuk memperolehnya diperlukan suatu perlakuan  yaitu berupa pemberian zat pengatur tumbuh untuk memperkecil resiko kematian stum. Selain itu perlakuan yang dilakukan akan menghasilkan bibit yang memiliki kwalitas baik.
 ZPT BAP merupakan hormon yang dapat mempengaruhi pembelahan dari sel serta mendukung pertumbuhan mata tunas suatu tanaman. Namun pemberian ZPT pada suatu tanaman pada konsentrasi yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda. Maka kita harus tau konsentrasi yang tepat untuk pertumbuhan stum mata tidur karet.  Maka dari pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil :













Pengamatan  ke-1
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis =  8
Jumlah Stum yang ditanam       =  24

  x 100%
  x 100%
 


 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis =  10
Jumlah Stum yang ditanam       =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis =  15
Jumlah Stum yang ditanam       =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis =  11
Jumlah Stum yang ditanam       =  24
  x 100%
  x 100%



Pengamatan  ke-2
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis =  11
Jumlah Stum yang ditanam       =  24

  x 100%
  x 100%
 



 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis  =  10
Jumlah Stum yang ditanam       =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis  =  16
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis   =  11
Jumlah Stum yang ditanam        =  24
  x 100%
  x 100%


Pengamatan  ke-3
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis     =  8
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%
 



 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis     =  6
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis     =  15
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis     =  9
Jumlah Stum yang ditanam        =  24
  x 100%
  x 100%


Pengamatan  ke-4
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis     =  11
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%
 



 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis     =  8
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis     =  14
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis     =  12
Jumlah Stum yang ditanam        =  24
  x 100%
  x 100%


Pengamatan  ke-5
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis     =  10
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%
 



 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis     =  10
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%

 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis     =  14
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis     =  11
Jumlah Stum yang ditanam        =  24
  x 100%
  x 100%



Pengamatan  ke-6
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis     =  12
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%
 




 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis     =  12
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%

 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis     =  15
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis     =  13
Jumlah Stum yang ditanam        =  24
  x 100%
  x 100%



Pengamatan  ke-7
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis     =  13
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%
 




 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis     =  11
Jumlah Stum yang ditanam       =  24

  x 100%
  x 100%

 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis     =  14
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis     =  10
Jumlah Stum yang ditanam       =  24
  x 100%
  x 100%


Pengamatan  ke-8
 Tanpa Perlakuan (A0)
Jumlah stum yang mentis     =  12
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%
 




 Pemberian ZPT BAP 100 ppm (A1)
Jumlah stum yang mentis     =  11
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 300 ppm (A2)
Jumlah stum yang mentis     =  14
Jumlah Stum yang ditanam        =  24

  x 100%
  x 100%


 Pemberian ZPT BAP 500 ppm (A3)
Jumlah stum yang mentis     =  10
Jumlah Stum yang ditanam        =  24
  x 100%
  x 100%

Maka  jumlah seluruh tanaman yang melentis adalah:
Jumlah stum yang melentis  = 47 batang
Jumlah stum yang ditanam = 96 batang
Persentase Melentis (%)  =  Jumlah stump yang tumbuh x 100 %
                                             Jumlah stump yang ditanam
Persentase Melentis (%) = 47 batang x 100 %
          96 batang
Persentase Melentis (%) = 48,96 %

Dari perhitungan yang dilakukan maka persentase jumlah tanaman yang melentis hanya 48,96 %. Jumlah tanaman yang melentis tidak sampai setengah dari jumlah tanaman yang di tanam. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan dengan menggunakan stum mata tidur memiliki resiko kegagalan yang sangat besar. Stum mata tidur merupakan salah satu tehnik okulasi yang dilakukan untuk memperoleh bibit okulasi dalam waktu yang lebih singkat.
Perlakuan yang dilaksanakan dengan pemberian ZPT BAP dengan konsentrasi yang berbeda – beda memberikan reaksi tanaman yang berbeda – beda dengan tingkat keberhasilan yang berbeda pula.
Perlakuan pemberian ZPT BAP yang memiliki persentase melentis terendah adalah   500 ppm yaitu sebesar 41,67 %, selanjutnya adalah dengan konsentrasi 100 ppm yaitu sebesar 45,83 %, selanjutnya adalah tanpa perlakuan dengan persentase melentis adalah 50 %, yang tertinggi adalah dengan konsentrasi 300 ppm yaitu sebesar 58,33 %.
Dari pengamatan yang dilakukan maka pemberian ZPT BAP dengan konsentrasi yang rendah menyebabkan ZPT tersebut tidak berpengaruh terhadap melentisnya stum mata tidur karet. Sedangkan perlakuan dengan pemberian ZPT BAP yang terlalu tinggi akan menghambat kerja sel sehingga pertumbuhan makin lambat. Hal ini menyebabkan persentase stum mata tidur yang melentis hanya sedikit.
Cara kerja ZPT BAP yang berpengaruhi kerja sel akan mempengaruhi  pertumbuahan tanaman. Jumlah helaian daun dan juga besarnya diameter batang yang diberi ZPT akan tumbuh dengan normal jika diberi dengan konsentrasi sedang.

Kegagalan dalam melakukan pengamatan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalkan, bocornya naungan yang menyebabkan jika turun hujan akan membasahi stum secara berlebihan sehingga tanah yang terlalu lembab menyebabkan tanaman lebih mudah terserang penyakit, sebaliknya kurangnya pemberian air pada musim kemarau menyebabkan tanaman menjadi kering, ketidaktersediaan air untuk mendukung pertumbuhan tanaman menyebabkan tanaman menjadi kekeringan dan mati. Ketidak telitian saat menanam stum misalkan, terlukanya mata okulasi saat pembukaan pelastik penutup menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit dan mengakibatkan kematian. Penyakit yang menyerang stum mata tidur ini berupa penyakit layu.
Pada pengamatan yang dilakukan terdapat mata tunas yang tumbuh dari bagian pangkal tanaman. Hal ini disebabkan pada stum bahan okulasi telah terdapat mata tunas dan terdapat pada batang bawah tanaman sehingga saat di pindahkan ke media tanam meskipun diberi perlakuan pada bagian mata tunas atas namun yang tumbuh dengan baik adalah mata tunas bagian atas, sedangkan mata tunas bagian atas tidak tumbuh sama sekali.

















V. KESIMPULAN
5.1.     Kesimpulan

 Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
 1. ZPT BAP akan memberi respon yang baik pada pertumbuhan tanaman jika diberi dengan konsentrasi yang tepat yaitu, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah
 2. Pemberian ZPT BAP pada stum mata tidur akan mempercepat munculnya mata tunas ( melentis) tanaman karet.
5.2.     Saran
 Untuk mengetahui pengaruh pemberian ZPT BAP pada stum mata tidur, agar diperoleh hasil yang baik maka sebaiknya perawatan lebih diperhatikan misalnya penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari untuk mencegah adanya genangan air atau kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA

BPTP-Jambi. 2008. Teknologi Pembibitan Klon Karet Unggul. Http://www.bptp-jambi@litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 1 Juni 2011.
Http://deptan.disbun.com.,  2011. Karet. Diakses tanggal 1Juni 2011.
Http://www.google.com.  2011. Okulasi Karet. Diakses tanggal 1Juni 2011.
Lakitan, B., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Kelapa Karet. USU Press, Medan.
file://localhost/D:/budidaya%20tanaman%20perkebunan/PEMUPUKAN%20DAN%20ZPT%20«.htm
file://localhost/D:/budidaya%20tanaman%20perkebunan/,k,,mnjb/budidaya-karet.html
http://www.google.co.id/#hl=id&q=Benzil+Amino+Purin&oq=Benzil+Amino+Purin&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=e&gs_upl=6829l9247l0l15l5l0l0l0l0l0l0ll0&fp=5de387ef6607b250&biw=1366&bih=601















Lampiran 1
Denah Perlakuan

              
              
A0.1.3 A0.1.1  A3.5.1 A3.5.4  A3.2.1 A3.2.3  A1.5.4 A1.5.3  A0.5.2 A0.5.4  A2.5.4 A2.5.3
A0.1.4 A0.1.2  A3.5.2 A3.5.3  A3.2.4 A3.2.2  A1.5.1 A1.5.2  A0.5.3 A0.5.1  A2.5.2 A2.5.1
              
A3.3.2 A3.3.1  A3.6.3 A3.6.4  A3.4.4 A3.4.1  A0.2.4 A0.2.2  A2.3.1 A2.3.4  A1.1.4 A1.1.2
A3.3.3 A3.3.4  A3.6.2 A3.6.1  A3.4.2 A3.4.3  A0.2.1 A0.2.3  A2.3.2 A2.3.3  A1.1.1 A1.1.3
              
A0.6.4 A0.6.2  A2.2.3 A2.2.4  A2.6.2 A2.6.1  A2.4.3 A2.4.1  A2.1.2 A2.1.4  A1.4.1 A1.4.2
A0.6.3 A0.6.1  A2.2.2 A2.2.1  A2.6.3 A2.6.4  A2.4.2 A2.4.4  A2.1.3 A2.1.1  A1.4.4 A1.4.3
              
A1.2.3 A1.2.1  A3.1.1 A3.1.4  A0.4.3 A0.4.1  A1.6.1 A1.6.3  A1.3.3 A1.3.4  A0.3.2 A0.3.3
A1.2.4 A1.2.2  A3.1.2 A3.1.3  A0.4.2 A0.4.4  A1.6.4 A1.6.2  A1.3.1 A1.3.2  A0.3.1 A0.3.4





















Lampiran 2

Gambar 1. Media Tempat Penanaman Bibit Stum Mata Tidur Karet











Gambar 2. Penyusunan Media Tanam Sebelum Dipindah Ke Naungan













Gambar 3. Penyusunan Media Tanam Pada Naungan








Gambar 4. Bibit Karet Yang sudah ditanam dan diletakkan mengarah ke arah Matahari Terbit (Timur)











Gambar 5. Adanya Genangan Air Yang Disebabkan         Bocornya Naungan Yang Dapat Menjadi Penyebab Penyakit Tanaman









Gambar 6. Mentis













                               





Gambar 4. Mulai munculnya Tunas



Gambar 5. Naungan dan lokasi penanaman karet











Gambar 6. Pengukuran Tinggi Tunas




















Gambar 7. Petak Perlakuan