Minggu, 24 Juni 2012

BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI “RESUME TANAMAN KEDELAI”


BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI
“RESUME TANAMAN KEDELAI”




OLEH :
            PRASETYO SIAGIAN 
              (D1A009112)




AGROEKOTEKNOLOGI (C/3)
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011



1.Fluktuasi data permintaan dan produksi kedelai ?
            Produksi kedelai di Indonesia pernah mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun setelah itu, produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 0,672 juta ton pada tahun 2003. Artinya, dalam 11 tahun produksi kedelai merosot mencapai 64 persen. Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga mengalami peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004 (hampir dua kali produksi nasional) (Tabel 1). Impor ini berdampak menghabiskan devisa negara sekitar Rp.3 triliun per tahun. Selain itu, impor bungkil kedelai telah mencapai 1,3 juta ton per tahun yang menghabiskan devisa negara sekitar Rp. 2 triliun per tahun (Atman, 2006a; Alimoeso, 2006).

            Proyeksi konsumsi kedelai terlihat bahwa total kebutuhan terus mengalami peningkatan dari 2,35 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025 (Tabel 2). Jika sasaran produktivitas rata-rata nasional 1,5 t/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam diperkirakan sebesar 1,81 juta ha pada tahun 2015 dan 2,24 juta ha pada tahun 2025 (Simatupang,  et al., 2005). Tantangannya adalah bagaimana mencapai areal tanam tersebut sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija lainnya yang lebih kompetitif.



2.Solusi dalam swasembada pangan ?
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI
            Sampai saat ini, produksi kedelai di tingkat petani masih rendah, rata-rata 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6-2,0 t/ha, sedangkan potensi hasilnya bisa mencapai 3,0 t/ha. Senjang produktivitas yang sangat besar tersebut memberikan peluang bahwa peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas di tingkat petani masih bisa dilakukan.  Menurut Subandi (2007), paling tidak ada lima strategi penting yang harus dilaksanakan untuk menjamin keberhasilan peningkatan produksi kedelai nasional, yaitu: (1) Perbaikan harga jual; (2) Pemanfaatan potensi lahan; (3) Intensifikasi pertanaman; (4) Perbaikan proses produksi; dan (5) Konsistensi program dan kesungguhan aparat.
1. Perbaikan Harga Jual
            Harga jual yang rendah di tingkat petani sehingga kurang kompetitif dibandingkan komoditas palawija lainnya, merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan petani kurang berminat membudidayakan kedelai. Peningkatan harga jual di tingkat petani merupakan kunci utama dalam mengembalikan minat petani untuk menanam kedelai.  Untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Indonesia, pemerintah terpaksa melakukan impor kedelai, terutama dari negara Amerika Serikat sebagai pengekspor utama. Terjadinya perubahan kebijakan pengelolaanlahan pertanian di Amerika Serikat dari tanaman kedelai ke tanaman jagung (sebagai sumber ethanol) menyebabkan produksi kedelai dunia mulai berkurang sementara permintaan selalu meningkat. Akibatnya, selain harga kedelai di pasaran dunia dan lokal yang naik lebih dari dua kali lipat, ketersediaan kedelai di pasar juga sudah mulai langka.  Harga kedelai di pasar dunia akhir-akhir ini meningkat tajam. Pada awal tahun 2007 harga kedelai hanya  $300 US per ton, meningkat menjadi $600 US per ton pada akhir tahun 2007 (Puslitbangtan, 2008). Hal ini berdampak langsung terhadap kenaikan harga kedelai di dalam negeri. Pada awal tahun 2007 harga eceran kedelai sekitar Rp.3.000 per kg, naik menjadi Rp.8.000 per kg, bahkan di beberapa daerah mencapai Rp.10.000 per kg. Kondisi ini memberi peluang kembali bagi peningkatan produksi kedelai di Indonesia sekaligus meningkatkan pendapatan petani dengan harga yang lebih tinggi dan lebih kompetitif dibanding komoditas palawija lainnya.
2. Pemanfaatan Potensi Lahan
            Pemanfaatan potensi lahan yang tersedia untuk mendukung peningkatan produksi kedelai antara lain dapat dilakukan dengan penanaman kedelai sebagai tanaman utama ataupun sebagai tanaman sela, diantaranya penanaman kedelai secara tumpang sari dengan ubikayu, kelapa sawit, kelapa, atau tanaman tua lainnya. Menurut Subandi (2007), dengan menerapkan teknologi maju, kedelai yang ditumpang sarikan dengan ubikayu dapat berproduksi mencapai 2 t/ha sedangkan ubikayu 30 t/ha. Selain itu, pemanfaatan potensi lahan bera setelah panen padi sawah juga dapat mendukung peningkatan produksi kedelai utamanya pada lahan sawah tadah hujan, lahan sawah irigasi desa, dan lahan sawah irigasi sederhana. Menurut Atman (2006b), biasanya lahan ini dibiarkan bera setelah panen padi untuk waktu cukup lama (1-3 bulan). Pemanfaatan lahan ini untuk budidaya kedelai dapat meningkatkan indeks pertanaman yang hanya 170% menjadi 200-250% per tahun, dengan pola tanam padi-kedelai-padi dan hasil yang cukup tinggi. Hasil penelitian Hamzah,  et al. (1987), penanaman kedelai pada setelah padi sawah tanpa pengolahan tanah mampu memberikan hasil sampai 2,3 t/ha di Aceh dan 1,97 t/ha di Sumatera Barat.
3. Intensifikasi Pertanaman
            Intensifikasi pertanaman untuk mendukung peningkatan produksi kedelai antara lain dapat dilakukan melalui perluasan areal tanam. Perluasan areal tanam tidak hanya dilakukan pada daerah-daerah yang sebelumnya menjadi sentra produksi kedelai tetapi juga membuka daerah-daerah pertumbuhan baru. Menurut BBSDLP (2008), dari identifikasi biofisik sumberdaya lahan di 17 propinsi di Indonesia didapatkan 17,7 juta ha lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai, terdiri dari 5,3 juta ha berpotensi tinggi, 3,1 juta ha berpotensi sedang, dan 9,3 juta ha berpotensi rendah (Tabel 3). Pengembangan kedelai sebaiknya diprioritaskan pada propinsi yang memiliki lahan berpotensi tinggi cukup luas, seperti: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Papua barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Bila lahan berpotensi sedang juga diperhitungkan maka kedelai dapat juga dikembangkan di Lampung, N.A. Darusalam, Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara.
4. Perbaikan Proses Produksi
            Proses produksi yang mampu memberikan produktivitas tinggi, efisien, dan berkelanjutan yakni melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Menurut Balitkabi (2008), PTT adalah salah satu pendekatan dalam usahatani yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi. Dalam implementasi-nya, PTT mengintegrasikan komponen teknologi pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO) secara terpadu.
5.  Konsistensi Program dan Kesungguhan Aparat
            Membangun sistem usaha agribisnis kedelai memerlukan komitmen/program yang kuat antara pemerintah, swasta (agroindustri) dan petani, agar keberlanjutan usaha yang saling menguntungkan dapat terjamin. Sejak era Orde Baru (Orba) sampai era Reformasi yang dilanjutkan dengan era Otonomi Daerah (Otoda), pemerintah telah menempuh banyak kebijakan dalam mengembangkan kedelai di Indonesia yang memiliki tujuan yang sama meskipun nama programnya berbeda. Era Orba, kebijakan pengembangan kedelai ditempuh melalui: (i) kebijaksanaan harga yang berorierntasi pada produsen; (ii) Pengembangan paket teknologi; (iii) Subsidi sarana produksi; dan (iv) pengendalian impor dan perdagangan dalam negeri (Puslitbangtan, 1991).  Dalam era Reformasi sampai Otoda, kebijakan pengembangan kedelai terus dilanjutkan dengan berbagai program yang berorientasi produksi, seperti Gema Palagung dan Proksi Mantap (Hafsah dan Sudaryanto, 2004). Kemudian tahun 2006-2010, pemerintah mencanangkanprogram ”BANGKIT KEDELAI”, singkatan dari Pengembangan Khusus dan Intensif Kedelai. Program ini bertujuan untuk membangkitkan gairah petani dalam mengembangkan kedelai melalui upaya peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, kemitraan, dan lain-lain. Meskipun program pengembangan kedelai sudah banyak dilaksanakan, namun ada kecenderungan bahwa produksi kedelai baru meningkat ketika ada program pengembangan dari pemerintah (Atman, 2006c). Untuk itu, kesinambungan dan konsistensi program termasuk pendanaannya harus mendapat perhatian dan alokasi yang sepadan. Atman dan Hosen (2008) menyarankan untuk pengembangan agribisnis kedelai diperlukan sebuah gerakan yang dikomandoi oleh Pemerintah Daerah dengan tetap mengacu pada kebijakan pengembangan kedelai secara  nasional, seperti subsidi harga dan lainnya. Untuk menjalankan Program Pemerintah Daerah ini, beberapa saran diajukan kepada pengambil kebijakan di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota, yaitu: (i) Memanfaatkan lahan yang sudah diusahakan secara optimal (sawah dan lahan kering) untuk kedelai tanpa mengurangi areal tanam tanaman yang sudah ada; (ii) Pengusahaan kedelai oleh petani harus menerapkan inovasi baru agar efisiensi usaha dapat dicapai dan kompetitif dengan komoditas pangan lainnya; dan (iii) program penanaman kedelai di lahan sawah tadah hujan dan irigasi sederhana, sebaiknya menjadi program prioritas.

3. Apa manfaat kedelai ?
Kacang kedelai yang diolah menjadi tepung kedelai secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok manfaat utama, yaitu: olahan dalam bentuk protein kedelai dan minyak kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil. Sedangkan olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang digunakan sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan bahanlemak lainnya. Sedangkan dalam bentuk lecithin dibuat antara lain: margarin, kue, tinta, kosmetika, insectisida dan farmasi.
4. Asal usul tanaman kedelai ?
Kedelai  merupakan  tanaman  asli  Daratan  Cina  dan  telah dibudidayakan  oleh  manusia  sejak  2500  SM.  Sejalan  dengan  makin berkembangnya  perdagangan  antarnegara  yang  terjadi  pada  awal  abad ke-19,  menyebabkan  tanaman  kedalai  juga  ikut  tersebar  ke  berbagai negara  tujuan  perdagangan  tersebut,  yaitu  Jepang,  Korea,  Indonesia, India,  Australia,  dan  Amerika.  Kedelai  mulai  dikenal  di  Indonesia  sejak abad  ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan  kedelai  yaitu di Pulau  Jawa,  kemudian berkembang  ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine  soja  dan  Soja  max.  Namun  pada  tahun  1948  telah  disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill.
 Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :

Divisio    : Spermatophyta
Classis  : Dicotyledoneae
Ordo    : Rosales
Familia  : Papilionaceae
Genus    : Glycine
Species  : Glycine max (L.) Merill

5. Bagaimana swasembada kedelai di inonesia ?
Menteri Pertanian, Suswono, mengatakan Indonesia menargetkan swasembada kedelai pada 2014, dan salah satunya menjadikan Lahat, Sumatera Selatan, lumbungnya.

Menteri Pertanian mengemukakan hal itu saat melakukan kunjungan kerja dan panen raya kedelai pada Senin di Desa Pagarjati, Kecamatan Kikim Selatan, Lahat.

Menurut dia, selama ini dari semua lokasi penanaman dan pengembangan tanaman kedelai di Indonesia, baru di Lahat yang bisa mencapai hasil panen sangat membanggakan.

Disebutkan, setiap 1 hektare lahan dapat menghasilkan 2,6 ton kedelai, sementara sebelumnya hanya sekitar 1,3 ton saja.

"Kerja keras dan dedikasi semua kalangan, khususnya petani, sangat membanggakan. Hal ini sudah dibuktikan petani di Kabupaten Lahat," kata Suswono.

Ke depan, kata dia, tinggal bagaimana trik dan kiat khusus yang akan dilaksanakan dalam pengelolaan dan pendistribusiannya saja. Bahkan, target 2014--jika hasil positif terus ditunjukkan di lapangan seperti ini--jelas semuanya akan mampu dicapai.

Dikatakan, keberhasilan akan dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas dan pengelolaan tanaman terpadu, perluasan lahan pertanian, serta hingga pengamanan produksi dan penguatan kelembagaan.

"Kemudian ke depan pembiayaan bidang ini akan lebih difokuskan oleh pihak Kementerian Pertanian Indonesia. Namun, harus didukung penuh Pemprov Sumsel dan Pemkab Lahat," katanya.

2 komentar: